Saya membuka situs berita online, saya dikagetkan dengan steatment seseorang
yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak mengharamkan LGBT di dalam Al
Qur`an. Steatment ini memang meresahkan, tapi tak lama kemudian
terlintas dalam pikiran saya “Barangkali orang ini sedang mencari
sensasi saja!” lalu saya coba mengabaikannya.
Namun sesaat setelah
saya membaca berita itu, saya mengambil Al Qur`an untuk membacanya, dan
ternyata saya membaca surah Huud dari ayat 63-88, yang isinya kisah
beberapa nabi, diantara nabi Luth dengan kaumnya. Lalu terpikir dalam
benak saya “Apa barangkali Allah memerintahkanku untuk menjawab syubhat ini melalui beberapa ayat ini! kan tidak ada yang serba kebetulan. Semuanya berdasarkan takdir Allah SWT!”
Akhirnya saya putuskan untuk menjawab syubhat-syubhat ini dari sudut pandang Islam. Semoga Allah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Apakah benar bahwa Allah tidak mengharamkan LGBT di dalam Al Qur`an?
Sebelum saya menjawab
syubhat ini, maka ada baiknya kita mengenal dulu apa yang dimaksud Al
Qur`an menurut pengertian Ulama. Para ulama mendefinisikan bahwa Al
Qur`an adalah kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui Jibril secara mutawatir dengan menggunakan bahasa
Arab yang diawali dengan surah Al Faatihah dan diakhiri dengan surah
An-Naas.
Melalui definisi ini kita ketahui, bahwa Al Qur`an adalah kalamullah, bukan kalam basyar
(perkataan manusia). Al Qur`an bukan kitab sembarangan, yang tentunya
untuk memahami Al Qur`an tidak cukup bermodalkan terjemahan Al Qur`an
saja. Terlebih Al Qur`an berbahasa Arab. Pasti akan berbeda tentunya
dengan kitab-kitab atau buku-buku yang lainnya, kita mungkin mudah untuk
memahaminya.
Oleh Karena itu untuk
memahami Al Qur`an dan juga mengeluarkan hukum darinya, membutuhkan
ilmu-ilmu tertentu. Tidak hanya bermodalkan bisa membaca bahasa arab
saja. Para ulama menjelaskan bahwa diantara alat untuk memahami Al
Qur`an dan mengeluarkan hukum yang tersirat di dalam Al Qur`an sebagai
berikut:
- ilmu Nahwu, sharaf balaghah, badhi’ bayan, dan sebagainya.
- Hadits dibutuhkan karena ia berfungsi sebagai penjelas terhadap apa yang disebutkan secara global di dalam Al Qur`an.
- Ulumul Qur`an, yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan Al Qur`an; definisi, munasabah ayat, asbabunnuzul dan lainnya.
- Tafsir dan ilmu tafsir
- Ushul fiqh, dan ilmu-ilmu lainnya.
Sehingga untuk
mengeluarkan hukum dari Al Qur`an, tidak bisa semua orang melakukannya.
Tugas itu hanya bisa dilakukan oleh seorang mujtahid, yang benar-benar pakar dalam ilmu-ilmu yang menunjang untuk memahami Al Qur`an dan mengeluarkan hukumnya. Oleh karena itu, orang yang belum pakar dalam ilmu-ilmu ini tidak bisa mengatakan bahwa di dalam Al Qur`an Allah tidak mengharamkan LGBT.
Al Qur`an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah pedoman hidup umat Islam. Di
dalamnya ada perintah, larangan dan ada juga kabar atau cerita. Perintah
yang ada di dalamnya harus ditaati, larangan di dalamnya harus dijauhi,
sementara cerita yang terpaparkan di dalamnya pun harus dijadikan
I’tibar.
Para ulama mengkaji bahwa shigah (ungkapan) perintah di dalam Al Qur`an diungkapkan dalam beberapa bentuk:
- Fi’il amr
- Fi’il mudhari yang diikat dengan laam amr
- Isim fi’il amr
- Mashdar
Dari sini kita dapat
ketahui bahwa perintah Allah tidak mesti dengan satu ungkapan,
contohnya, “Dirikanlah Shalat!” tapi kadang dengan ungkapan lainnya,
menggunakan ungkapan khabar yang maksudnya adalah untuk memerintah. Contohnya adalah sebagaimana tertuang pada surah Ash-Shaff ayat 10-11:
“Hai orang-orang
yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah
dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah
yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.” (QS:Ash-Shaff ayat
10-11).
Jika kita baca redaksi
ayat ini secara seksama, maka tidak ada satu pun keluar perintah dalam
ayat ini. Ayat ini hanya memberikan kabar, yang pada hakikatnya adalah
memerintahkan. Dan kita bisa pahami bahwa “Jika kalian ingin selamat
maka berimanlah kepada Allah dan Rasulnya, lalu berjihadlah di jalan
Allah dengan harta dan nyawa kalian!” dan sebaliknya, “Jika kalian tidak
melalkukan semua hal ini, maka kalian tidak akan selamat dari azab yang
pedih!”
Demikian pula halnya, dengan ungkapan larangnan di dalam Al Qur`an. terkadang diungkapkan secara tegas dengan menggunakan la annahiyah, contohnya pada surah Al Israa` ayat 33,
“Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan
suatu (alasan) yang benar” (QS: Al Israa` ayat 33).
Dan juga terkadang
larangan itu diungkapkan dalam bentuk lainnya, salah satunya dalam
bentuk khabari (kabar), seperti pada surah An-Nisaa` ayat 148.
“Allah tidak
menyukai Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh
orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS:An-Nisaa` ayat 148).
Ayat ini juga tidak
secara tegas melarang untuk mengucapkan perkataan yang buruk, berbeda
halnya dengan ayat sebelumnya, Al Israa ayat 33 yang tegas sekali
memberikan pelarangan dengan kata “jangan!” namun kedua ayat ini
memiliki maksud yang sama, sama-sama melarang, hanya saja berbeda bentuk
pelarangan.
Oleh karena itu, dalam
kasus apakah ada dalil melarang LGBT di dalam Al Qur`an, maka jika
secara tegas pelarangan itu dengan ungkapan “jangan!” mungkin kita tidak
menemukannya. Tapi jika kita melihat beberapa ayat yang ada di surah
Huud misalnya, kita disuguhkan dengan cerita yang menggambarkan dimana
nabi Ibrahim yang bertanya kepada para malaikat perihal nabi Luth dan
kaumnya. Lalu para malaikat itu menceritakannya, lalu dijelaskan bahwa
ketika para malaikat mendatangi nabi Luth dalam bentuk laki-laki yang
tampan, nabi Luth merasa gelisah, karena seperti biasa, kaumnya akan
mendatangi laki-laki tersebut. Ketika kaumnya mendatangi para malaikat
yang menyamar sebagai laki-laki tampan, nabi Luth bahkan memberikan
tawaran kepada kaumnya untuk memilih wanita-wanita yang ada, tapi mereka
enggan. Secara tegas kaumnya mengatakan tidak tertarik dengan wanita,
dan lebih menyukai sesama jenis. Wal iyyadzh billah. Singkat
cerita di ayat 81-82 surah Huud, dijelaskan bahwa para malaikat memberi
kabar kepada nabi Luth, bahwa mereka akan ditimpa adzab juga berikut
istri nabi Luth As yang berkhianat pada beliau. Dan adzabnya, mereka
dijungkirbalikkan dan dihujani bebatuan. Na’udzu billahi min dzalik.
Dari kisah yang
dipaparkan oleh ayat-ayat ini kita akan melihat bahwa Allah SWT melarang
LGBT dengan menimpakan adzab yang pedih pada kaum nabi Luth. Sehingga
orang yang cerdas menangkap pesan bahwa ini sebuah pelarangan. Sama
halnya ketika mendapat cerita dari teman kita, bahwa ada seorang
pengendara ditilang karena tidak mengenakan helm, maka orang yang
mendengarnya akan sadar betul, bahwa mengenakan helm saat mengendarai
motor adalah sebuah kewajiban dan perintah.
Kisah nabi Luth dengan
kaumnya diceritakan di beberapa tempat di dalam Al Qur`an, diantaranya
pada surah Asy-Syu’ara dari ayat 165-173, surah An-Naml ayat 54-58, dan
surah Al A’raaf ayat 80-84. Kesemuanya menceritakan keburukan mereka
yang “mendatangi” sesama jenis dan akhirnya mendapat adzab dari Allah
SWT. Jadi keliru jika ada anggapan bahwa Allah tidak mengharamkan LGBT,
jika Allah memang tidak mengharamkan LGBT sudah pasti Allah akan
menghalalkannya di dalam Al Qur`an dan tidak akan mengadzab pelakunya.
Datangnya adzab menjadi dalil besar bahwa Allah benar-benar
mengharamkannya, karena adzab Allah biasanya datang karena hal-hal yang
tidak disukai-Nya dilakukan.
Dari pemaparan ini dapat kita ringkas bantahan terhadap anggapan keliru ini:
- Ada atau tidak adanya dalil dalam suatu permasalahan juga berkaitan hukumnya merupakan tugas para mujtahid, yaitu ulama yang pakar dalam berbagai ilmu penunjang untuk memahami Al Qur`an. Sehingga sebaiknya kita bertanya kepada mereka dan hanya menerima pendapat mereka, yang mengeluarkan fatwa tidak berdasarkan hawa nafsu, melainkan bersandarkan manhaj ilmi ad-daqiq (metode keilmuan yang detail).
- Pelarangan, di dalam Al Qur`an tidak mesti diungkapkan dengan kata “jangan!” tapi juga diungkapkan dengan berbagai bentuk lainnya, diantaranya dalam bentuk khabari (kabar). Dan kisah kaum nabi Luth, masuk dalam kategori khabari.
- Kisah diadzabnya kaum nabi Luth yang “mendatangi” sesame jenis, merupakan dalil bahwa Allah mengharamkan perilaku itu.
- Dan seandainya homoseksual tidak dilarang, maka minimal Allah tidak akan mengisahkannya di dalam Al Qur`an, atau bahkan Allah tetap mengisahkannya namun tidak mengadzab mereka (kaum nabi Luth) dan membolehkannya.
Maka jika ada orang
muslim yang menganggap bahwa LGBT tidak diharamkan, hendaknya dia
bertobat, kembali ke jalan Allah SWT. Karena itu sama saja berdusta atas
nama Allah SWT. Bertobatlah sebelum pintu tobat itu tertutup. Allah
pasti akan menerima tobat hamba-hamba-Nya yang bertobat dengan
sungguh-sungguh. Wallahu a’lam bish-shawaab.
Al faqiir ila maghfiratillah
Ahmad Nurhidayat, Lc.
sumber : Islamedia